loading...

Saturday, August 31, 2019

Bagaimana Agar Anak Bersikap Terbuka Pada Orang Tuanya

Memiliki anak yang bersikap terbuka dan jujur adalah dambaan setiap orang tua, kan? Dimana anak menganggap orang tuanya adalah tempat yang aman dan nyaman ketika mereka ingin berbagi cerita, meminta bantuan dan bertanya banyak hal. Namun untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. yang seringkali terjadi adalah kebalikannya, dimana semakin beranjak dewasa, anak justru menjadi semakin tertutup, jangankan untuk bercerita lebih dulu, ketika ditanya oleh orang tuanya pun mereka enggan menjawab dengan jujur.

Lalu bagaimana ya agar anak bersikap terbuka kepada orang tuanya? Hmm... Sebelum membahas solusinya, mari kita coba cari tahu lebih dulu kenapa ya mereka menjadi tertutup pada orangtuanya.

Anak Agresif
Gambar. Anak Agresif [Pixabay]

Kenapa Anak Menjadi Tertutup Kepada Orang Tuanya?


Setiap dari kita pernah menjadi anak, barangkali kamu pernah mengalami dimana kamu merasa enggan bercerita pada orang tuamu sendiri. Takut tidak didengar, takut dihakimi, takut dimarahi. Beberapa hal dibawah ini bisa menjadi pemicu anak bersikap tertutup pada orang tuanya,

#1 Pernah Dipermalukan Ketika Berbuat Salah
Setelah anak melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak, ada beberapa orang tua yang secara tidak sadar menghilangkan kepercayaan anak pada mereka sendiri. Misalnya anak menumpahkan minuman di restoran dengan tidak sengaja, lalu orang tua memarahinya didepan banyak orang. Barangkali, tujuannya adalah agar membuat anak malu sehingga jera melakukan kesalahan yang sama di masa depan. Namun hal tersebut justru membuat mereka tidak mempercayai orang tua sebagai seseorang yang aman untuk membantu mereka belajar dari kesalahan. Padahal melakukan kesalahan adalah bagian alami dari pertumbuhan mereka, yang mana akan memberi kesempatan anak untuk belajar. Semakin dewasa, mereka justru akan berpikir bahwa sebaiknya tidak bercerita apa pun jika apalagi jika melakukan kesalahan karena takut akan dipermalukan lagi.

#2 Dibohongi Demi Kebaikan
Saat kamu kecil dan akan disuntik, pernah tidak orang tuamu mengatakan bahwa disuntik itu tidak sakit, seperti digigit semut saja? Padahal kenyataannya tidak begitu, tetap saja ada rasa sakit yang kita rasakan. Hal itu memang wajar karena secara naluri, orang tua akan berusaha meminimalisir rasa sakit anak-anak mereka termasuk memberitahu bahwa sebuah suntikan tidak akan menyakitkan. Meskipun kebohongan orang tua tersebut terlihat sepele dan demi kebaikan anak-anaknya, justru hal tersebut akan berdampak tidak baik untuk jangka panjang, loh! Karena merasa dibohongi, kepercayaan mereka kepada orang tua akan berkurang. Lebih baik mengatakan apa adanya seperti, “Disuntik memang akan terasa sakit, tapi tidak lama, Ibu yakin kamu kuat, Nak.”

#3 Berkata Kasar dan Menghukum Secara Fisik
Ada sebagian orang tua yang sering berkata kasar dan menghukum secara fisik ketika anak tidak patuh. Misalnya, anak beberapa kali tidak mau membereskan mainannya, lalu orang tua langsung berkata, “Dasar pemalas! Bereskan dulu mainannya!”

Bahkan menghukumnya tiap kali ia tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah seperti menjewer atau mencubitnya. Hal tersebut dapat menghilangkan kepercayaan mereka.

“Aggressive tone and body language can leave children and teens feeling less willing to confide in their parents.”

(Nada dan bahasa tubuh yang agresif dapat membuat anak-anak dan remaja merasa kurang bersedia untuk mempercayai orang tua mereka.”)

Bagaimana Cara Agar Anak Terbuka Pada Orang Tuanya?


#1 Buat Obrolan Ringan Setiap Hari
Kunci keterbukaan antara anak dan orang tua berawal dari adanya komunikasi yang intens, baik didalam maupun diluar rumah. Sebagai yang lebih dewasa, mulailah membuka obrolan dengan mereka, agar anak tahu bahwa kita sebagai orang tua peduli dengan apa yang terjadi pada hidup anak. Namun mulailah dengan membagikan apa yang kamu rasakan, bukan memulainya dengan pertanyaan, misalnya, “Saya hari ini merasa sangat senang ditempat kerja, bagaimana dengan harimu disekolah, Nak?” Berikanlah respon yang positif agar mereka mau bercerita lebih lanjut tentang kesehariannya.

Dan juga, cari tahu kapan anak-anak kemungkinan besar bisa diajak berbicara, misalnya setelah makan bersama, sebleum tidur, di dalam mobil atau di waktu-waktu lainnya. Manfaatkanlah waktu tersebut untuk memperkuat kepercayaan antara orang tua dan anak.

#2 Fokus dan Tanggapi dengan Empati, Bukan Kemarahan
Ketika anak bercerita tentang hal remeh sekali pun, sebaiknya tinggalkan aktivitas lainnya dan fokuslah pada anak. Atau bisa juga memberi penjelasan, “Ibu dengarkan kamu cerita tapi sambil memasak tidak apa-apa ya?”

Lalu, sebelum memberi respon, biarkan mereka menyelesaikan apa yang ingin mereka sampaikan, jangan memotong pembicaraan. Saat merespon, ulangi apa yang kamu dengar dari mereka, dengan itu mereka akan merasa bahwa kamu benar-benar mendengarkan dan hadir untuk mereka.

Jika mereka membicarakan sesuatu yang membuatmu ingin marah, tahanlah sebentar saja. Lebih fokuslah pada perasaan anak ketika berbicara dengan mereka, bukan perasaanmu. Bantu mereka untuk mengenali emosi yang mereka alami dan bagaimana cara mengatasinya.

#3 Pahami Kapan Harus Merespon dan Kapan Hanya Mendengarkan
Seringkali, memberikan solusi tanpa diminta akan membuat anak merasa bahwa sosok orang tuanya terlalu menggurui, tidak bisa dijadikan sebagai sahabat. Untuk itu, bertanyalah pada mereka apakah yang mereka butuhkan dalam obrolan. Hanya sekedar ingin didengar, ingin mendapat nasehat ataukah ingin orang tuanya membantu mereka dalam menyelesaikan masalah?

Ketika berpendapat, tanyakan kepada mereka apakah mereka setuju dengan pendapatmu. Selain memberikan kepercayaan pada anak, hal tersebut dapat membuat mereka memiliki pola pikir yang kritis dan kreatif.

#4 Percayakan Mereka dalam Mengambil Keputusan
Selama konsekuensinya tidak berbahaya, jangan selalu merasa bahwa kamu harus turun tangan setiap kali mereka mengalami kesulitan. Misalnya saat anak bingung harus bagaimana menanggapi teman mainnya yang mau menang sendiri. Atau saat anak akan masuk sekolah, berilah mereka kesempatan untuk memiliki pilihan, bukan hanya harus menuruti kemauan orang tuanya. Hal ini akan berdampak pada kemampuannya mengambil keputusan saat ia telah dewasa. Tahukah kamu, fase Quarter Life Crisis yang dialami oleh banyak orang salah satunya dikarenakan mereka tidak dibiasakan mengambil keputusan sendiri sejak dini, sehingga merasa kaget ketika sudah tidak ada lagi campur tangan orang terdekatnya dalam memutuskan sesuatu.

Rekomendasi:
Referensi:
American Psychological Association. ___. Communication tips for parents. [apa]
Babakhan, Jen. ___. 11 Things Parents Say that Ruin Their Kids’ Trust. [rd]
Scott, Emily. 2017. How to Become a Safe Place for Your Children: Communication Tips for Openness and Trust. [renewedhopeparenting]


Penulis konten: Widya
"Introvert. Belajar memahami dengan menjadi pendengar. Belajar mengerti dengan menjadi pembaca. Belajar berbagi dengan menjadi penulis."